Menghubungkan Tradisi dan Teknologi: Kisah Sukses Narman dari Badui

Menghubungkan Tradisi dan Teknologi: Kisah Sukses Narman dari Badui


Setiap kali nama Badui disebut, banyak orang akan teringat pada masyarakat yang dikenal dengan hukum adat yang kuat, serta keteguhan mereka dalam menjaga tradisi yang sudah berlangsung lama. Salah satu hal yang paling mencolok adalah betapa masyarakat Badui terkenal dengan gaya hidup yang sederhana dan hampir tidak terjamah oleh teknologi. Bahkan, ada yang pernah mencoba untuk memperkenalkan kelas video di Badui luar, namun akhirnya berhenti hanya sebatas wacana, karena berbagai kendala yang membuat penyelenggaranya merasa ragu. Di Badui, penggunaan gadget sangat dibatasi, jaringan internet pun tak dapat dijangkau, dan menara provider pun tidak diperbolehkan. Para ketua adat dengan teguhnya menjaga agar segala hal yang berhubungan dengan teknologi tidak merusak tatanan hidup yang telah lama ada.


Namun, ada satu nama yang kemudian mencuri perhatian banyak orang. Narman, seorang pemuda Badui, berhasil memecahkan stigma yang selama ini ada tentang masyarakat Badui. Di tengah ketatnya aturan adat, Narman menjadi pelopor yang mengubah pandangan banyak orang. Ia memperkenalkan produk kerajinan Badui ke dunia luar melalui teknologi. Sebuah langkah yang awalnya dianggap mustahil di lingkungan yang begitu menjaga tradisi, ternyata justru membawa perubahan besar. Narman berhasil membuktikan bahwa dengan pendekatan yang hati-hati, teknologi bisa menjadi alat yang memperkaya budaya, bukan mengikisnya.


Lahir pada tahun 1991, Narman memulai usaha jual beli online pada tahun 2016. Ia menjual aksesoris Badui melalui Instagram, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Badui, produk kerajinan mereka bisa dibeli secara online. Dalam waktu singkat, akun Instagram @Baduicraft menarik perhatian banyak orang, bahkan dari luar Badui. Berawal dari ketertarikan orang luar, tetangga dan orang terdekat pun mulai mengenal Instagram dan dunia digital. Meski sempat ditegur oleh Kokolot Baduy (Ketua Kampung), Wa Ailin, yang mengingatkan bahwa teknologi dilarang di Badui, mereka akhirnya memberi kelonggaran. Selama teknologi digunakan untuk kepentingan yang baik, seperti promosi produk, maka itu diperbolehkan.


Keputusan Narman untuk memperkenalkan kerajinan Badui ke platform-platform marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak semakin memperluas jangkauan produk tersebut. Omset yang awalnya hanya 2 juta per bulan meningkat pesat menjadi 10 hingga 15 juta per bulan. Ketika pandemi melanda dan penjualan menurun, Narman tidak menyerah. Ia berinovasi dengan menerapkan sistem konsinyasi—yang sudah menjadi budaya di Badui—untuk menjual produk di berbagai tempat. Sistem ini terbukti efektif dan menguntungkan.


Tak hanya mengandalkan marketplace, Narman juga memanfaatkan event-event besar untuk mempromosikan produk kerajinan Badui. Salah satu pameran besar yang diadakan di JCC Jakarta menjadi titik balik bagi usahanya. Dalam waktu 4 hingga 5 hari, omset Narman melonjak drastis hingga mencapai 70 hingga 80 juta, jauh melebihi omset rata-rata yang hanya sekitar 15 hingga 20 juta. Keberhasilan ini membuktikan bahwa produk Badui, dengan segala keunikannya, bisa bersaing di pasar yang lebih luas.


Atas usahanya yang luar biasa, Narman menerima penghargaan bergengsi, yakni UMKM Kewirausahaan dari Satu Indonesia Awards pada tahun 2018, yang diadakan oleh Astra International. Penghargaan ini menjadi simbol dari kerja keras, dedikasi, dan inovasi yang ia lakukan untuk memperkenalkan budaya Badui melalui teknologi. Tidak hanya meraih kesuksesan pribadi, Narman juga berhasil mengangkat masyarakat Badui secara ekonomi.


Namun, meskipun sudah meraih berbagai pencapaian, Narman tetap rendah hati. Ia selalu mengakui bahwa ia memiliki banyak keterbatasan. Ia mengaku kesulitan dalam berkomunikasi, dalam memahami teknologi, bahkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tapi, daripada merasa putus asa, Narman terus belajar. Ia mempelajari digital marketing, fotografi, dan videografi agar bisa memasarkan produk dengan cara yang lebih efektif. Bahkan, ia mulai belajar bahasa Indonesia dan Inggris agar bisa lebih memahami fitur-fitur gadget yang digunakan untuk keperluan jualan online.



Kisah Narman ini bukan hanya soal bisnis atau teknologi, tetapi juga tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara kemajuan dan tradisi. Narman menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai yang ada. Para sesepuh Badui mengajarkan bahwa kemajuan harus dijalani dengan hati-hati agar tidak kehilangan arah. Menurut mereka, jika kemajuan dikejar tanpa batas, kita bisa saja kehilangan identitas budaya yang telah menjadi akar bagi masyarakat. Namun, dengan pendekatan yang bijaksana, kemajuan dan tradisi bisa berjalan berdampingan.


Kiprah Narman menginspirasi tidak hanya masyarakat Badui, tetapi juga banyak orang di luar sana yang merasa terpinggirkan atau terbatas oleh kondisi mereka. Ia membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, asal ada kemauan untuk belajar, beradaptasi, dan berinovasi. Meskipun berasal dari komunitas yang terbilang terpencil, Narman berhasil mengubah nasib dirinya dan masyarakatnya. Dan di balik segala kesuksesan itu, ia tetap menjaga kerendahan hati dan semangat untuk terus belajar. Kisah Narman adalah bukti nyata bahwa kemajuan tidak harus mengorbankan tradisi, dan teknologi bisa menjadi alat pemberdayaan yang luar biasa jika digunakan dengan bijaksana.


Share:

0 Comments