Studi Banding Ke Fahmina Institute
Adalah Buya Husein yang pertama-tama memikat hatiku. Tuturnya via cuitan-cuitan di twitter sangat menenangkan dan bijak, juga pandangan-pandangannya terhadap gender sangat tidak lumrah bagi ukuran laki-laki pada umumnya di masyarakat Indonesia.
Dari kekaguman dan simpatiku pada beliau inilah kemudian aku mengenal Fahmina Institute. Dan sejak lama aku sangat ingin berkunjung ke Cirebon untuk menyaksikan langsung dari dekat kiprah institute ini. Apalagi aku juga sedang merintis dan menumbuhkembangkan Hasfa Institute sebagai wahana pengembangan dari Hasfa Publishing yang sudah duluan ada sejak sepuluh tahun lalu.
Apalagi ketika aku ppergi berangkat ke Belanda untuk presentasi paper di Konferensi Internasional, aku berjumpa dengan adik iparnya yang semakin membuatku tambah ingin hadir ke Fahmina Institute ini.
Alhamdulillah akhirnya keinginanku terwujud. Kebetulan sekali tulisanku lolos seleksi dalam Women Writers Conference yang diselenggarakan oleh Fahmina Institute dan Mubaadalah. Mubaadalah ini diinisiasi oleh Kyai Faqih yang merupakan murid Buya Husein.
Seusai konferensi yang berlangsung beberapa hari di Sapadia Hotel, aku menyempatkan diri pergi ke Fahmina Institute yang berlokasi agak jauh dari hotel. Beberapa teman peserta konferensi memilih pergi berbelanja oleh-oleh, ada yang piknik ke Gua Sunyaragi, dan ada yang pergi ke pesantren Nyai Masriyah (semoga kapan-kapan aku juga bisa balik ke Cirebon untuk ke gua sunyaragi, pantai Cirebon dan pesantren Nyai Masriyah juga. Aamiin)
Senang banget ketika aku akhirnya menjejakkan kaki ke Fahmina Institute sore itu. Belum mandi setelah seharian konferensi, dan belum istirahat juga, tapi waktuku sempit jadi aku bergegas berkeliling. Kawasannya sangat luas. Ada kompleks sekolahan setingkat PAUD, TK dan SD yang menggunakan Montesori Approach dalam pembelajarannya. Dan ada kompleks kampus untuk institutenya yang setingkat Universitas. Juga ada kompleks bangunan asrama bagi santri-santri mahasiswa yang mukim di situ.
Sore itu kebetulan ada dua acara di Fahmina Institute. Di salah satu ruangan kampusnya sedang ada diskusi tentang NII. Dan ada workshop tentang digital campaign di bangunan Joglo dalam kawasan kampus Fahmina juga, pesertanya para anak muda.
Sungguh ajaib karena aku sudah pernah bermimpi tentang rumah joglo ini beberapa bulan yang lalu, atau entah tahun kapan. Tetapi dalam mimpiku itu, perasaanku mengatakan rumah joglo itu milik gus Ulil Abshar Abdala dan ning Ienats pputri Gus Mus. Dalam mimpiku juga waktu itu sedang ada event kumpul-kumpul dan diskusi juga di rumah joglo ini.
Kyai Faqih bersama Kyai Marzuki dan Kyai Afandi adalah tiga serangkai murid-murid Buya Husein yang mengembangkan jaringan Fahmina semakin besar. Ada Rahima yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi, berpusat di Jakarta. Ada Aman yang concent dalam bidang keragaman budaya dan menjaga baik kelokalan. Ada Mubaadalah yang menggaungkan keadilan hakiki. Dan ada Alimat yang berpusat di Jakarta juga yang concent dalam kemuslimahan dan juga gender. Komplit dan saling mensupport satu sama lain.
Inilah mungkin salah satu faktor keberhasilan mereka. Ukhuwahnya kuat, punya visi misi yang sama, punya ceruk khusus masing-masing yang tidak overlap alias tumpang tindih kewenangan dan autoritasnya, namun saling mendukung satu sama lain. Jadi semakin solid, kuat dan dengan strateginya mampu menjaring makin banyak anak muda yang mau bergerak dan berjuang bersama-sama. Dan unsur ridlo, dukungan, keberkahan dari guru (Buya Husein) juga menjadi salah satu faktor kesuksesan ini.
Malamnya aku diantar Kyai Marzuki dan Ning Nurul ke stasiun Cirebon untuk mengejar kereta balik ke Semarang. Alhamdulillah senang sekali mendapat banyak ilmu, wawasan, pengalaman dan insight-insight yang berharga. Semoga Hasfa Institute bisa mengikuti kesuksesan Fahmina Institute. Aamiin.
Adalah Buya Husein yang pertama-tama memikat hatiku. Tuturnya via cuitan-cuitan di twitter sangat menenangkan dan bijak, juga pandangan-pandangannya terhadap gender sangat tidak lumrah bagi ukuran laki-laki pada umumnya di masyarakat Indonesia.
Dari kekaguman dan simpatiku pada beliau inilah kemudian aku mengenal Fahmina Institute. Dan sejak lama aku sangat ingin berkunjung ke Cirebon untuk menyaksikan langsung dari dekat kiprah institute ini. Apalagi aku juga sedang merintis dan menumbuhkembangkan Hasfa Institute sebagai wahana pengembangan dari Hasfa Publishing yang sudah duluan ada sejak sepuluh tahun lalu.
Apalagi ketika aku ppergi berangkat ke Belanda untuk presentasi paper di Konferensi Internasional, aku berjumpa dengan adik iparnya yang semakin membuatku tambah ingin hadir ke Fahmina Institute ini.
Alhamdulillah akhirnya keinginanku terwujud. Kebetulan sekali tulisanku lolos seleksi dalam Women Writers Conference yang diselenggarakan oleh Fahmina Institute dan Mubaadalah. Mubaadalah ini diinisiasi oleh Kyai Faqih yang merupakan murid Buya Husein.
Senang banget ketika aku akhirnya menjejakkan kaki ke Fahmina Institute sore itu. Belum mandi setelah seharian konferensi, dan belum istirahat juga, tapi waktuku sempit jadi aku bergegas berkeliling. Kawasannya sangat luas. Ada kompleks sekolahan setingkat PAUD, TK dan SD yang menggunakan Montesori Approach dalam pembelajarannya. Dan ada kompleks kampus untuk institutenya yang setingkat Universitas. Juga ada kompleks bangunan asrama bagi santri-santri mahasiswa yang mukim di situ.
Sore itu kebetulan ada dua acara di Fahmina Institute. Di salah satu ruangan kampusnya sedang ada diskusi tentang NII. Dan ada workshop tentang digital campaign di bangunan Joglo dalam kawasan kampus Fahmina juga, pesertanya para anak muda.
Sungguh ajaib karena aku sudah pernah bermimpi tentang rumah joglo ini beberapa bulan yang lalu, atau entah tahun kapan. Tetapi dalam mimpiku itu, perasaanku mengatakan rumah joglo itu milik gus Ulil Abshar Abdala dan ning Ienats pputri Gus Mus. Dalam mimpiku juga waktu itu sedang ada event kumpul-kumpul dan diskusi juga di rumah joglo ini.
Inilah mungkin salah satu faktor keberhasilan mereka. Ukhuwahnya kuat, punya visi misi yang sama, punya ceruk khusus masing-masing yang tidak overlap alias tumpang tindih kewenangan dan autoritasnya, namun saling mendukung satu sama lain. Jadi semakin solid, kuat dan dengan strateginya mampu menjaring makin banyak anak muda yang mau bergerak dan berjuang bersama-sama. Dan unsur ridlo, dukungan, keberkahan dari guru (Buya Husein) juga menjadi salah satu faktor kesuksesan ini.
Malamnya aku diantar Kyai Marzuki dan Ning Nurul ke stasiun Cirebon untuk mengejar kereta balik ke Semarang. Alhamdulillah senang sekali mendapat banyak ilmu, wawasan, pengalaman dan insight-insight yang berharga. Semoga Hasfa Institute bisa mengikuti kesuksesan Fahmina Institute. Aamiin.